Sejarah Anak-Anak di Indonesia: Dari Masa Perlindungan Hingga Era PartisipasiAnak-anak adalah kelompok sosial yang memiliki hak-hak khusus dan perlindungan khusus dari negara dan masyarakat. Namun, sejarah anak-anak di Indonesia tidak selalu berjalan mulus. Ada berbagai perubahan dan tantangan yang dialami oleh anak-anak Indonesia sejak masa kolonial hingga era reformasi. Artikel ini akan membahas bagaimana perkembangan sejarah anak-anak di Indonesia dari masa perlindungan hingga era partisipasi.

Masa Perlindungan: Anak-Anak sebagai Objek Kebijakan

Masa perlindungan adalah masa di mana anak-anak dianggap sebagai objek kebijakan yang harus dilindungi oleh negara dan masyarakat dari berbagai ancaman dan eksploitasi. Masa ini dimulai sejak masa kolonial Belanda hingga masa Orde Baru. Pada masa ini, anak-anak tidak memiliki banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya.

Pada masa kolonial Belanda, anak-anak Indonesia mengalami diskriminasi dan penindasan dari penguasa kolonial. Anak-anak pribumi tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan banyak yang dijadikan pekerja paksa atau budak. Anak-anak juga menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual dari para pejabat dan tentara Belanda. Pada masa ini, hanya ada sedikit organisasi atau gerakan yang peduli dengan nasib anak-anak Indonesia.

Pada masa kemerdekaan, pemerintah Indonesia mulai memberikan perhatian lebih kepada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Pemerintah mengeluarkan berbagai undang-undang dan kebijakan yang bertujuan untuk melindungi hak-hak anak-anak, seperti UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pemerintah juga mendirikan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk menangani masalah-masalah anak-anak, seperti Departemen Sosial dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).

Namun, pada masa Orde Baru, perlindungan anak-anak masih bersifat paternalistik dan otoriter. Pemerintah mengontrol dan membatasi ruang gerak anak-anak dalam berbagai aspek kehidupan. Anak-anak diharuskan untuk tunduk dan patuh kepada negara dan orang tua tanpa bisa menyuarakan pendapat atau aspirasi mereka. Anak-anak juga menjadi sasaran propaganda politik dan ideologi Pancasila yang dipaksakan oleh rezim Orde Baru. Pada masa ini, anak-anak masih mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak-hak mereka, seperti kemiskinan, kerja paksa, perdagangan manusia, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain-lain.

Masa Partisipasi: Anak-Anak sebagai Subjek Hak

Masa partisipasi adalah masa di mana anak-anak dianggap sebagai subjek hak yang memiliki kemampuan dan potensi untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara. Masa ini dimulai sejak era reformasi hingga saat ini. Pada masa ini, anak-anak memiliki lebih banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya.

Pada era reformasi, terjadi perubahan paradigma dalam perlindungan anak-anak di Indonesia. Pemerintah mengadopsi konvensi internasional tentang hak-hak anak, seperti Konvensi Hak-Hak Anak (CRC) yang diratifikasi melalui UU No. 11 Tahun 1990. Pemerintah juga merevisi undang-undang dan kebijakan lama yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hak-hak anak, seperti UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pemerintah juga membentuk lembaga-lembaga baru yang lebih independen dan profesional untuk menjamin pemenuhan hak-hak anak-anak, seperti Komisi Nasional Perlindungan An

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Ombudsman Republik Indonesia. Pemerintah juga mendukung pembentukan organisasi-organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang perlindungan anak-anak, seperti Save the Children, UNICEF, Plan International, dan lain-lain.

Pada era reformasi, anak-anak Indonesia mulai mendapatkan ruang untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan. Anak-anak dapat menyampaikan pendapat dan aspirasi mereka melalui berbagai media dan forum, seperti surat kabar, radio, televisi, internet, dan organisasi anak. Anak-anak juga dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan mereka, seperti perencanaan anggaran, pembuatan kebijakan, dan pengawasan pelaksanaan hak-hak anak. Anak-anak juga dapat berperan sebagai agen perubahan sosial yang berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan dan pembangunan masyarakat, seperti melalui kegiatan sosial, budaya, pendidikan, lingkungan hidup, dan lain-lain.

Namun, pada era reformasi, partisipasi anak-anak Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Salah satu hambatan adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman dari pihak-pihak terkait tentang pentingnya partisipasi anak-anak. Banyak orang tua, guru, pejabat, dan masyarakat yang masih menganggap anak-anak sebagai kelompok yang lemah, tidak berdaya, dan tidak berkompeten. Mereka cenderung mengabaikan atau menolak suara dan aspirasi anak-anak. Mereka juga cenderung membatasi atau mengintervensi ruang gerak anak-anak dalam berpartisipasi.

Salah satu tantangan adalah adanya risiko dan ancaman yang menghadang partisipasi anak-anak. Banyak anak-anak yang menjadi korban dari berbagai bentuk pelanggaran hak-hak mereka saat berpartisipasi, seperti intimidasi, diskriminasi, pelecehan, eksploitasi, dan kekerasan. Banyak pula anak-anak yang menjadi sasaran dari berbagai bentuk manipulasi dan instrumentalisme saat berpartisipasi, seperti politisasi, komersialisasi, radikalisasi, dan indoktrinasi. Banyak pula anak-anak yang mengalami kesulitan dalam mengimbangi tuntutan dan beban dari partisipasi mereka dengan kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai anak-anak.

Sejarah anak-anak di Indonesia dapat dibagi menjadi dua masa besar, yaitu masa perlindungan dan masa partisipasi. Pada masa perlindungan, anak-anak dianggap sebagai objek kebijakan yang harus dilindungi oleh negara dan masyarakat dari berbagai ancaman dan eksploitasi. Pada masa partisipasi, anak-anak dianggap sebagai subjek hak yang memiliki kemampuan dan potensi untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara. Pada kedua masa ini, terdapat berbagai perubahan dan tantangan yang dialami oleh anak-anak Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak mereka.

Untuk itu, perlu adanya upaya-upaya yang lebih serius dan sistematis dari semua pihak terkait untuk meningkatkan kualitas perlindungan dan partisipasi anak-anak di Indonesia. Perlu adanya kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak anak-anak sebagai manusia yang utuh dan berharga. Perlu adanya komitmen dan konsistensi dalam menerapkan prinsip-prinsip hak-hak anak-anak dalam setiap kebijakan dan tindakan yang berkaitan dengan kepentingan anak-anak.


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *