Sejarah Politik Indonesia Dari Masa Demokrasi Terpimpin Hingga Era ReformasiIndonesia adalah negara yang memiliki sejarah politik yang panjang dan dinamis. Sejak merdeka pada tahun 1945, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan sistem politik dan pemerintahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal.

Artikel ini akan membahas sejarah politik Indonesia dari masa demokrasi terpimpin hingga era reformasi yang dimulai pada tahun 1998.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)

Masa demokrasi terpimpin adalah masa di mana Presiden Soekarno mengubah sistem politik Indonesia dari demokrasi parlementer menjadi demokrasi terpimpin.

Hal ini dilakukan dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan mengembalikan UUD 1945 sebagai dasar negara.

Soekarno juga membentuk Dewan Nasional sebagai lembaga tertinggi negara yang beranggotakan perwakilan dari partai-partai politik, organisasi massa, dan tokoh-tokoh nasional.

Tujuan dari demokrasi terpimpin adalah untuk menciptakan stabilitas politik dan memperkuat kewibawaan pemerintah dalam menghadapi tantangan-tantangan nasional dan internasional.

Soekarno mengusung konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme) sebagai ideologi negara yang mencerminkan keragaman masyarakat Indonesia.

Soekarno juga mengembangkan politik luar negeri yang bebas aktif dan anti-imperialisme dengan mendirikan Gerakan Non-Blok bersama negara-negara berkembang lainnya.

Namun, demokrasi terpimpin juga menimbulkan berbagai masalah dan kritik. Salah satunya adalah dominasi Soekarno sebagai pemimpin tunggal yang tidak memberikan ruang bagi partisipasi politik yang luas dan kritis.

Selain itu, demokrasi terpimpin juga menghadapi tantangan dari pemberontakan regional seperti PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi, konfrontasi dengan Malaysia, dan ancaman komunis dari PKI yang semakin berpengaruh. Hal ini menyebabkan situasi politik dan ekonomi menjadi semakin kacau dan krisis.

Masa Orde Baru (1966-1998)

Masa Orde Baru adalah masa di mana Jenderal Soeharto menggantikan Soekarno sebagai presiden setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965.

Peristiwa ini merupakan percobaan kudeta yang diduga dilakukan oleh PKI dengan membunuh enam jenderal angkatan darat.

Soeharto sebagai panglima angkatan darat berhasil menggagalkan kudeta tersebut dan menumpas PKI dengan melakukan pembantaian massal terhadap anggota dan simpatisan PKI.

Soeharto kemudian mendapatkan mandat dari Soekarno untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban nasional dengan mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal 11 Maret 1966.

Supersemar memberikan wewenang kepada Soeharto untuk membubarkan PKI, membentuk kabinet baru, dan melakukan reformasi politik.

Soeharto memanfaatkan Supersemar untuk melemahkan posisi Soekarno dan akhirnya mengambil alih kekuasaan secara de facto pada tahun 1967 dan de jure pada tahun 1968.

Tujuan dari Orde Baru adalah untuk menciptakan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pasar dan pembukaan investasi asing.

Soeharto membentuk partai politik baru yaitu Golkar sebagai kendaraan politiknya dan membatasi jumlah partai politik lainnya menjadi dua yaitu PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang mewakili unsur Islam dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia) yang mewakili unsur nasionalis.

Soeharto juga mengendalikan lembaga-lembaga negara seperti DPR, MPR, ABRI, dan birokrasi dengan sistem dwifungsi ABRI yang memberikan peran ganda kepada militer sebagai penjaga keamanan dan pembangunan.

Orde Baru berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan menurunkan angka kemiskinan selama beberapa dekade. Namun, Orde Baru juga menimbulkan berbagai masalah dan kritik.

Salah satunya adalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela di semua lini pemerintahan. Selain itu, Orde Baru juga melanggar hak asasi manusia dengan melakukan penindasan terhadap kelompok-kelompok oposisi seperti mahasiswa, aktivis, seniman, jurnalis, dan minoritas seperti Tionghoa, Papua, Aceh, Timor Timur, dll. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan sosial yang semakin meningkat.

Masa Reformasi (1998-sekarang)

Masa Reformasi adalah masa di mana terjadi perubahan sistem politik dan pemerintahan Indonesia dari otoriterisme menuju demokratisasi setelah jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998.

Hal ini dipicu oleh krisis ekonomi Asia yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang menyebabkan inflasi, pengangguran, penurunan nilai tukar rupiah, penutupan bank-bank swasta, dll.

Krisis ekonomi ini memicu gelombang protes dari rakyat yang menuntut reformasi politik dan ekonomi serta pengunduran diri Soeharto.

Soeharto akhirnya mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 setelah mendapat tekanan dari militer, elite politik, tokoh agama, dll.

Ia digantikan oleh wakil presidennya yaitu BJ Habibie yang kemudian melakukan sejumlah reformasi seperti membubarkan dwifungsi ABRI, membebaskan tahanan politik, memberikan kebebasan pers, menghapuskan larangan partai politik baru, dll.

Habibie juga mengadakan pemilu pertama yang bebas dan adil pada tahun 1999 yang dimenangkan oleh PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan) yang dipimpin oleh putri Soekarno yaitu Megawati Soekarnoputri.

Habibie juga menghadapi tantangan dari isu-isu separatisme seperti Timor Timur yang memilih merdeka melalui referendum pada tahun 1999 setelah mendapat intervensi internasional akibat kekerasan pro-integrasi yang didukung militer Indonesia.

Habibie juga tidak berhasil mendapatkan dukungan mayoritas dalam Sidang Umum MPR tahun 1999 sehingga ia tidak dapat melanjutkan jabatannya sebagai presiden.

Ia digantikan oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang merupakan ketua NU (Nahdlatul Ulama) sebagai presiden keempat Indonesia.

Gus Dur melakukan sejumlah reformasi seperti memberikan otonomi daerah kepada provinsi-provinsi di Indonesia, memberikan pengakuan terhadap hak-hak minoritas seperti Tionghoa, Papua, dll., menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga seperti Australia, Malaysia, dll., dll.

Namun, Gus Dur juga menghadapi berbagai masalah seperti konflik antar etnis dan agama di Maluku, Kalimantan, Sulawesi dll.,

pemberontakan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di AcehBaik, saya akan melanjutkan konten di atas. Ini adalah hasilnya:

konflik kepentingan dengan militer dan elite politik, dll. Gus Dur juga tidak berhasil mendapatkan dukungan dari DPR yang mengkritik kebijakan-kebijakannya yang dianggap kontroversial dan tidak transparan.

Akhirnya, Gus Dur diberhentikan oleh MPR pada tahun 2001 setelah diberikan dua kali peringatan atau memorandum.

Gus Dur digantikan oleh Megawati Soekarnoputri sebagai presiden kelima Indonesia. Megawati melanjutkan reformasi yang dilakukan oleh Gus Dur seperti menandatangani perjanjian damai dengan GAM di Aceh, mengadakan pemilu legislatif dan presiden secara langsung untuk pertama kalinya pada tahun 2004, dll. Namun, Megawati juga menghadapi berbagai masalah seperti serangan terorisme dari kelompok radikal Islam seperti Jemaah Islamiyah yang melakukan bom Bali pada tahun 2002 dan 2005, krisis energi dan subsidi BBM, dll. Megawati juga tidak berhasil mempertahankan jabatannya sebagai presiden setelah kalah dalam pemilu presiden tahun 2004 dari Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY yang merupakan mantan jenderal dan menteri koordinator bidang politik dan keamanan.

SBY menjadi presiden keenam Indonesia dan menjabat selama dua periode dari tahun 2004 hingga 2014. SBY melakukan sejumlah reformasi seperti memperkuat pemberantasan korupsi dengan membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan mengeluarkan program-program seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dll., menjaga stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi meskipun menghadapi krisis keuangan global pada tahun 2008, dll. SBY juga berhasil menangani berbagai isu-isu strategis seperti menyelesaikan sengketa perbatasan dengan Malaysia, menormalisasi hubungan dengan Australia setelah kasus penyadapan telepon pada tahun 2013, dll.

Namun, SBY juga menghadapi berbagai masalah dan kritik seperti lambannya penanganan bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tahun 2004, erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, banjir bandang di Wasior pada tahun 2010, dll., lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi dan pelanggar HAM terutama yang melibatkan pejabat tinggi negara dan militer, meningkatnya intoleransi dan radikalisme agama yang menyasar kelompok-kelompok minoritas seperti Ahmadiyah, Syiah, LGBT, dll., dll.

SBY digantikan oleh Joko Widodo atau Jokowi sebagai presiden ketujuh Indonesia pada tahun 2014 setelah mengalahkan Prabowo Subianto yang merupakan mantan jenderal dan menantu Soeharto dalam pemilu presiden. Jokowi merupakan sosok yang berasal dari latar belakang sipil dan bukan elit politik. Ia sebelumnya menjabat sebagai walikota Solo dan gubernur DKI Jakarta. Jokowi melanjutkan reformasi yang dilakukan oleh SBY seperti mempercepat pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia, menghapus subsidi BBM dan mengalihkannya ke program-program sosial seperti BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), PKH (Program Keluarga Harapan), dll., meningkatkan hubungan bilateral dan multilateral dengan negara-negara sahabat seperti Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, dll., dll.

Namun, Jokowi juga menghadapi berbagai masalah dan kritik seperti meningkatnya utang publik dan defisit anggaran negara akibat pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal tahun 2020, lambannya penanganan pandemi Covid-19 yang menyebabkan tingginya angka kasus positif dan kematian serta dampak sosial ekonomi yang besar bagi masyarakat, kontroversi terkait revisi UU KPK yang dinilai melemahkan lembaga antikorupsi tersebut, kontroversi terkait omnibus law UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh dan lingkungan hidup serta menguntungkan pengusaha dan asing, dll.

Jokowi masih menjabat sebagai presiden hingga saat ini setelah berhasil memenangkan pemilu presiden untuk kedua kalinya pada tahun 2019 dengan kembali mengalahkan Prabowo Subianto. Jokowi berjanji untuk melanjutkan reformasi politik dan ekonomi serta memperbaiki berbagai masalah yang dihadapi oleh Indonesia saat ini.

Sejarah politik Indonesia dari masa demokrasi terpimpin hingga era reformasi adalah sejarah yang penuh dengan dinamika dan perubahan. Setiap masa memiliki karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Setiap masa juga memiliki kelebihan dan kekurangan serta tantangan dan peluang bagi Indonesia sebagai bangsa. Sejarah politik Indonesia adalah sejarah perjuangan rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, demokrasi, kemajuan, dan keadilan.


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *